Senin, 26 November 2018

Mensucikan Harta Dengan Nasi Kuning


Zakat perdagangan adalah zakat yang dikeluarkan atas kepemilikan harta yang diperuntukkan untuk jual beli. Setiap muslim yang memiliki toko, dan sejenisnya yang berjualan barang dagangan wajib menzakatinya apabila telah mencapai nishob dan haulnya.

Disini kita akan mencoba menghitung zakat perdagangan, Alhamdulillah saya telah mewawancarai ibu N beliau adalah seorang yang berjualan nasi kuning di jalan putri daranante Pontianak. biasanya buka pada jam 6 pagi hingga menjelang siang hari pukul 11 siang. wrung ibu N ini tepatnya disamping Bakso Gepeng Handayani.


Pada saat pagi hari warung bu N sudah dipenuhi oleh orang yang ingin membeli nasinya dari anak sekolah, mahasiswa, hingga orang kantoran. Harga satu porsi nasi kuning Ibu N Rp 8.000 dengan lauk sambel tempe, telur dadar/rebus, bihun dan tidak lupa topingnya yaitu kerupuk, jika ditambah dengan daging ayam harga nasi kuningya bisa mengalami lonjakan harga sebesar Rp 10.000 saja 😁😁 

yang buat warung nasi kuning ibu N ini rame adalah porsinya yang buanyak banget tidak heran kalau banyak mahasiswa yang menjadi langganannya termasuk saya hehe.

Saya pun mencoba ngobrol sedikit dengan ibu N dan bertanya masalah penghasilan dalam seharinya "ya lumayanlah nak buat sehari-hari" jawab ibu sambil tersenyum. Namun saya masih penasaran dengan nominalnya kaena memang pembelinya sangat lumayan banyak, " yah, alhamdulillah kalo lagi rame 200rb malah  bisa lebih dari itu tutur ibu N.

Dalam sehari biasanya Bu N mendapatkan keuntungan sebesar Rp 200.000 dari hasil berjualan nasi kuning bersih sudah dipotong dengan modal dan biaya operasional lainnya.


Warung ibu Nining buka pada hari senin sampai sabtu saja sedangkan untuk hari Ahad libur jadi jika kita hitung dalam setahun ibu Nining mendapat keuntungan sebesar Rp 61.200.000 karena jumlah ini sudah melewati nishob nya jadi wajib dizakati dengan dikalikan 2,5% hasilnya sebesar Rp 1.530.000 

jadi, zakat yang wajib dikeluarkan oleh ibu N dari hasil berjualan nasi kuniing sebesar Rp 1.530.000
wallahu 'alam bishowab..

Senin, 29 Oktober 2018

Hukum Solat di Hijr Ismail

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Hai teman-teman seiman. Semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Amin Ya Rabbal Alamin ..

Pada kesempatan kali ini, kami (Penulis, Mas Ngudi dan Lutfiyah), akan membahas tentang bagaimana hukumnya salat di dalam ka'bah yakni di lingkungan Hijr Ismail. Kira-kira boleh atau tidak ya? Dari pada mengira-ngira, yuk kita simak pembahasan berikut.. Check it out!



Hijr Ismail merupakan bangunan suci yang ada di dalam Ka'bah dan termasuk ke dalam bagian Ka'bah juga. Dimana dahulunya dibangun oleh nabi Ibrahim dan Ismail.

Siapa sih yang tidak ingin salat di dalam Ka'bah? Semua orang pasti menginginkannya bukan. Sebelum kita, Aisyah r.a, istri baginda Rasulullah pun demikian. Sesaat setelah peristiwa Fathul Mekkah, Rasulullah ditanya oleh Aisyah r.a mengenai bentuk Ka'bah, lalu Rasulullah menyampaikan keinginannya:

"Andai bukan karena kaummu baru saja keluar dari masa Jahiliyah, sehingga saya khawatir jiwa mereka menolak, niscaya akan aku gabungkan tembok setengah lingkaran itu jadi satu dengan ka'bah, dan pintunya saya buat di bawah sama dengan tanah." (HR. Bukhari 1584 dan Muslim 3313)

Sebagaimana hadits Rasulullah, dari Aisyah r.a, beliau berkata "Aku sangat ingin memasuki Ka'bah untuk melakukan salat di dalamnya.Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam membawa Siti Aisyah ke dalam Hijr Ismail sambil berkata, "Salatlah kamu di sini, jika kamu ingin salat di dalam Ka'bah, karena ini termasuk sebagian dari Ka'bah". 

Selain itu, Rasulullah juga bersabda, "Wahai Abu Hurairah, di pintuh Hijr Ismail ada malaikat yang selalu mengatakan kepada setiap orang yang masuk dan salat dua rakaat di Hijr Ismail; Kamu telah diampuni dosa-dosamu. Maka, mulailah dengan amalanmu yang baru". 

Adapula dikatakan oleh Ibnu Abbas, yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dengan sanad yang sahih, bahwa ia mengatakan "Orang yang tidak memperoleh kesempatan untuk masuk ke dalam Ka'bah, baginya dianjurkan masuk ke dalam Hijr dan melaksanakan salat di sana, karena sesungguhnya Hijr termasuk ke dalam bagian Ka'bah"




Jabir r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah menunaikan thawaf di sekeliling Ka'bah dan menunaikan salat di Maqam Ibrahim, kemudian berwitir di Hijr Ismail, lalu mendatangi zam-zam dan minum disitu, serta mengguyur kepala dan wajahnya.

Akan tetapi, setiap salat lima waktu tiba, Hijr Ismail akan dikosong. Askar - Polisi Masjidil Haram- akan memasang pita pembatas agar jamaah haji tidak masuk ke wilayah Hijr Ismail. Menurut Atiq bin Ghaits al-Biladi, tak seorang pun dibolehkan salat fardu di dalam Hijr. Hal yang sama berlaku bagi jamaah yang sedang melakukan tawaf. Dimana tidak sah tawafnya, jika seorang jamaah melintasi Hijr Ismail, kecuali melalui belakangnya.

Dari beberapa pendapat di atas. Maka dapat disimpulkan, bahwasanya salat di dalam ka'bah yakni di lingkup Hijr Ismail itu diperbolehkan, malah disunnahkan. Akan tetapi, hanya pelaksanaan salat sunnah saja yang boleh, tidak dengan salat wajib.

Mungkin hanya ini yang dapat kami sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kekurangan, sebab manusia adalah tempatnya salah, Yang Maha Benar hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Sumber :

Heri Ruslan. Salat Sunnah di Hijr Ismail. (Jumat, 19 Oktober 2012). WWW.REPUBLIKA.CO.ID

https://www.syakirawisata.com/ingin-sholat-di-dalam-kabah-masuklah-di-hijir-ismail/

Senin, 22 Oktober 2018

Apakah Wajib Menzakati Rumah dan Mobil?



Pada dasarnya, hukum asal rumah dan mobil adalah harta yang tidak wajib untuk dizakatkan karena keduanya merupakan sarana penunjang hidup yang dipakai sehari-hari. Berdasarkan Sabda Nabi "Tidak ada kewajiban atas seorang muslim untuk menzakati hamba sahayanya dan kuda tunggangannya." (HR. Bukhori)

Sedangkan zakat memiliki syarat yang harus dipenuhi untuk mengeluarkannya. Namun, rumah dan mobil bisa berubah status hukumnya menjadi wajib zakat apabila keduanya berubah fungsi seperti rumah dikontrakan dan mobil disewakan menjadi rental mobil maka disitu wajib seseorang menzakatinya jika sudah mencapai nishob dan haulnya. 

Adapun para ulama berpendapat diantaranya, 

Syaikh Ibnu Baz dalam, Fatawa Az-Zakah, menjelaskan jika kendaraan tersebut digunakan untuk sehari-hari, tidak disewakan dan rumah hanya dijadikan tempat tinggal maka tidak ada kewajiban zakat atasnya. Namun jika dipergunakan untuk diperjual belikan atau atau disewakan yang menghasilkan uang, maka nilai barang tersebut wajib dikeluarkan zakatnya setiap kali genap satu haul. Jika uang itu digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, atau untuk jalan-jalan kebaikan atau kebutuhan lainnya, sebelum genap satu tahun, maka tidak ada kewajiban zakat atas anda. Beradasarkan dalil-dalil umum dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berkenaan dengan masalah ini. Dan berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud dengan sanad yang hasan dari Rasulullah saw bahwa beliau memerintahkan supaya mengeluarkan zakat atas barang yang dipersiapkan untuk didagangkan.

Komisi Fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ ditanya,

 “Apakah ada kewajiban zakat pada mobil? Lalu bagaimana cara mengeluarkannya?”
Jawaban para ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah,

“Jika mobil tersebut hanya sekedar dikendarai saja, maka tidak ada zakat. Namun jika ia digunakan untuk mencari keuntungan (didagangkan), maka ia termasuk barang dagangan. Zakatnya dikeluarkan jika sudah sempurna haul (masa satu tahun hijriyah) dihitung sejak mobil tersebut digunakan untuk mencari keuntungan. Zakatnya diambil 2,5% dari qimahnya atau harga mobil tersebut saat pembayaran zakat.” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al 'Ilmiyyah Wal Ifta, 8: 66)

Karena memang harta yang dikenai zakat adalah harta yang berkembang, bukan harta yang menetap. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ صَدَقَةٌ فِى عَبْدِهِ وَلاَ فَرَسِهِ
Seorang muslim tidak dikenai kewajiban zakat pada budak dan kudanya.” (HR. Bukhari no. 1464)


Ditulis oleh :

Prihartini amalia
Mahdiyah
Mas Ngudi


Referensi,

Rumaysho.com



 

Minggu, 21 Oktober 2018

Batal saat sedang Thawaf, Apakah harus berwudhu lagi?


Thawaf  adalah proses mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali yang merupakan salah satu rukun dari dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Saat sedang melakukan thawaf seorang jamaah disunnahkan membaca zikir, doa, serta boleh juga membaca ayat-ayat Al-Qur'an yang ia hapal.

Kita ketahui bersama bahwa pada saat ibadah haji khususnya di dalam Masjidil haram seluruh manusia dari penjuru dunia berkumpul yang jumlahnya sekitar 6 juta ini termasuk jumlah yang tidak sedikit.

Yang jadi permasalahan disini adalah jika seseorang batal wudhu nya saat sedang thawaf apakah harus mengambil wudhu kembali sedangkan pada saat itu ia sedang dalam kerumunan banyak orang. Lalu bagaimana mengenai masalah ini?

Kita bisa menyimak beberapa pendapat para ulama tentang permasalahan ini,
orang yang berhadats (besar atau kecil) tidak boleh berthawaf mengelilingi Ka’bah. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلَاةٌ فَأَقِلُّوا مِنْ الْكَلَامِ

“Thawaf di Ka’bah seperti shalat, namun di dalamnya dibolehkan sedikit bicara.” (HR. An Nasai no. 2922)
Dalam hadits lainnya disebutkan,

الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلاَةٌ إِلاَّ أَنَّ اللَّهَ أَحَلَّ فِيهِ الْمَنْطِقَ ، فَمَنْ نَطَقَ فِيهِ فَلاَ يَنْطِقْ إِلاَّ بِخَيْرٍ

“Thawaf di Ka’bah seperti shalat, namun Allah masih membolehkan berbicara saat itu. Barangsiapa yang berbicara ketika thawaf, maka janganlah ia berkata selain berkata yang benar.” (HR. Ad Darimi no. 1847 dan Ibnu Hibban no. 3836)

Jika kita mengikuti pendapat jumhur ulama maka hukum seseorang yang batal wudhu nya saat thawaf wajib mengulangi wudhu nya kembali. Namun jika pada saat thawaf kita dalam posisi di tengah tengah kerumunan banyak orang maka tidak mengapa melanjutkan thawaf merujuk pada pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah juga mengatakan, “Inilah pendapat yang lebih menenangkan hati yaitu thawaf tidak dipersyaratkan thoharoh dari hadats kecil. Namun jika seseorang berthoharoh (dengan berwudhu’), maka itu lebih sempurna dan lebih mencontohi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wallahu'alam bishowab..

Referensi;

muslim.or.id

Senin, 15 Oktober 2018

Bayar Zakat Profesi di BAZNAS


Zakat merupakan bagian dari rukun Islam yang lima, merupakan kewajiban yang sudah ditetapkan bagi yang sudah terpenuhi syarat-syaratnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
 
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Juga dalam ayat,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)

Dalam tulisan ini saya akan membahas sedikit tentang zakat profesi yang mana minggu lalu saya telah mewawancarai seseorang yang pernah melakukan zakat profesi beliau adalah bapak Dani Sumarga seorang pegawai negeri di kota pontianak, namun saya melakukan wawancara hanya sebatas pesan whatsapp saja dikarenakan kesibukan beliau.

jadi, bapak dani ini membayar zakat profesi melalui badan amil zakat nasional (BAZNAS) beliau menghitung zakat dari penghasilan kotor beliau yang potong sebesar 2,5% 

dasar pengenaan zakat Rp 30.000.000 dikali 2,5% = Rp 750.000 
zakat profesi yang dikeluarkan sebesar Rp 750.000 

namun dalam tulisan ini saya hanya memberikan hasil wawancara saya tentang seseorang yang pernah mambayar zakat profesi. Dalam masalah zakat profesi sendiri saya masih bingung apakah dalam islam ada yang namanya zakat profesi karena jika dilihat dari dalil-dalil yang ada di Al Quran maupun hadis tidak ada satu pun yang membahas tentang masalah zakat profesi. wallahu 'alam bishowab..


Referensi;

https://konsultasisyariah.com/7158-zakat-profesi.html


 












Zakat merupakan bagian dari rukun Islam yang lima, merupakan kewajiban yang sudah ditetapkan bagi yang sudah terpenuhi syarat-syaratnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Juga dalam ayat,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)


Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/15929-panduan-singkat-zakat-maal-dan-zakat-fitrah.html

Minggu, 14 Oktober 2018

Lupa Berihram di Jeddah, Apakah Harus Mengulang?

Ihram merupakan rukun dalam melaksanakan ibadah haji dan umroh, namun bagaimana jika diantara jamaah ada yang lupa berihram setelah sampai di kota mekkah? 

Sebagian jama’ah haji dari tanah air yang biasa dari gelombang (kloter) belakangan, biasanya langsung akan menuju Mekkah tanpa ke Madinah dahulu. Kasusnya juga bisa terjadi pada sebagian jama’ah umrah yang langsung menuju Mekkah. Masalahnya, ada yang ditemukan berihram dari Jeddah. Padahal jika kita datang dari Indonesia, maka bisa jadi kita akan melewati Miqot Qornul Manazil, Dzat ‘Irqin atau Yalamlam. Maka seharusnya ketika ingin melewati miqot tersebut dalam keadaan ihram. Namun demikianlah karena tidak memahami masalah ini, sebagian keliru dan berihram baru dari Jeddah.

Barang siapa yang bertempat tinggal di sekitar miqat dan Makkah, maka dia memulai ihram dari tempatnya, demikian juga bagi siapa saja yang mendatangi Jeddah atau daerah lainnya di sekitar miqat, kemudian ada niat untuk berumrah, maka dia memulai ihramnya dari tempatnya.


Dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- berkata:

“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah memberikan batasan miqat bagi penduduk Madinah adalah di Dzil Hulaifah, dan bagi penduduk Syam di Jahfah, dan bagi penduduk Najed di Qarn Manazil, dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam, semua miqat tersebut adalah bagi mereka atau bagi mereka yang mendatanginya dari daerah lain dan ingin menunaikan haji dan umrah, dan barang siapa yang tinggal setelah miqat maka memulainya dari keluarganya”. (HR. Bukhori: 1454 dan Muslim: 1181)

Ulama Lajnah Daimah berkata:

“Diwajibkan bagi siapa saja yang berniat untuk umrah kemudian melewati miqat, maka hendaknya memulai ihramnya dari miqat tersebut, dia tidak boleh melewatinya tanpa berihram, dan jika kalian tidak berihram dari miqat maka masing-masing harus membayar dam, yaitu; menyembelih kambing -dengan kreteria sama dengan kambing kurban- di Makkah al Mukarramah kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir di sana, dan anda semua tidak boleh memakannya sedikitpun. Sedangkan meninggalkan shalat dua raka’at setelah memakai pakaian ihram maka hal itu tidak masalah”.
(Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Syeikh Abdur Razzaq ‘Afifi, dan Syeikh Abdullah bin Ghadyan)
(Fatawa Lajnah Daimah lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta’: 11/176-177)

Syeikh Ibn Utsaimin –rahimahullah- berkata setelah merinci permasalahan seputar masalah meninggalkan kewajiban dalam haji dan umrah:
“Pada saat demikian kami berkata bagi siapa saja yang meninggalkan kewajiban: “Sembelihlah fidyah di Makkah dan bagikanlah sendiri kepada orang-orang fakir atau bisa diwakilkan kepada seseorang yang dapat anda percaya, jika anda tidak mampu melakukannya sendiri, maka taubat anda sudah sah tanpa berpuasa, inilah pendapat kami dalam masalah ini”. (Asy Syarhul Mumti’: 7/441)

Kesimpulan yang dapat diambil dari hadis rasulullah dan fatwa para ulama ialah, jika diantara kita lupa berihram miqot maka itu tidak membatalkan haji atau pun umroh kita. karena berdasarkan Firman Allah Ta’ala, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Al-baqarah: 286) 

Dalam hadits Qudsi, Allah berfirman, "Sungguh telah saya lakukan." (HR. Muslim, no. 126) 

Dari Abu Dzar Al-Gifari radhiallahu anhu, dia berkata, Rasulullah sallallahu alahi wa sallam brsabda:
 إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku kesalahan, lupa dan apa yang dipaksakan kepadanya." (HR. Ibnu Majah, 2043 dishahihkan oleh Al-Albany)