Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Hai teman-teman seiman. Semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Amin Ya Rabbal Alamin ..
Pada kesempatan kali ini, kami (Penulis, Mas Ngudi dan Lutfiyah), akan membahas tentang bagaimana hukumnya salat di dalam ka'bah yakni di lingkungan Hijr Ismail. Kira-kira boleh atau tidak ya? Dari pada mengira-ngira, yuk kita simak pembahasan berikut.. Check it out!
Hijr Ismail merupakan bangunan suci yang ada di dalam Ka'bah dan termasuk ke dalam bagian Ka'bah juga. Dimana dahulunya dibangun oleh nabi Ibrahim dan Ismail.
Siapa sih yang tidak ingin salat di dalam Ka'bah? Semua orang pasti menginginkannya bukan. Sebelum kita, Aisyah r.a, istri baginda Rasulullah pun demikian. Sesaat setelah peristiwa Fathul Mekkah, Rasulullah ditanya oleh Aisyah r.a mengenai bentuk Ka'bah, lalu Rasulullah menyampaikan keinginannya:
"Andai bukan karena kaummu baru saja keluar dari masa Jahiliyah, sehingga saya khawatir jiwa mereka menolak, niscaya akan aku gabungkan tembok setengah lingkaran itu jadi satu dengan ka'bah, dan pintunya saya buat di bawah sama dengan tanah." (HR. Bukhari 1584 dan Muslim 3313)
Sebagaimana hadits Rasulullah, dari Aisyah r.a, beliau berkata "Aku sangat ingin memasuki Ka'bah untuk melakukan salat di dalamnya." Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam membawa Siti Aisyah ke dalam Hijr Ismail sambil berkata, "Salatlah kamu di sini, jika kamu ingin salat di dalam Ka'bah, karena ini termasuk sebagian dari Ka'bah".
Selain itu, Rasulullah juga bersabda, "Wahai Abu Hurairah, di pintuh Hijr Ismail ada malaikat yang selalu mengatakan kepada setiap orang yang masuk dan salat dua rakaat di Hijr Ismail; Kamu telah diampuni dosa-dosamu. Maka, mulailah dengan amalanmu yang baru".
Adapula dikatakan oleh Ibnu Abbas, yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dengan sanad yang sahih, bahwa ia mengatakan "Orang yang tidak memperoleh kesempatan untuk masuk ke dalam Ka'bah, baginya dianjurkan masuk ke dalam Hijr dan melaksanakan salat di sana, karena sesungguhnya Hijr termasuk ke dalam bagian Ka'bah"
Jabir r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah menunaikan thawaf di sekeliling Ka'bah dan menunaikan salat di Maqam Ibrahim, kemudian berwitir di Hijr Ismail, lalu mendatangi zam-zam dan minum disitu, serta mengguyur kepala dan wajahnya.
Akan tetapi, setiap salat lima waktu tiba, Hijr Ismail akan dikosong. Askar - Polisi Masjidil Haram- akan memasang pita pembatas agar jamaah haji tidak masuk ke wilayah Hijr Ismail. Menurut Atiq bin Ghaits al-Biladi, tak seorang pun dibolehkan salat fardu di dalam Hijr. Hal yang sama berlaku bagi jamaah yang sedang melakukan tawaf. Dimana tidak sah tawafnya, jika seorang jamaah melintasi Hijr Ismail, kecuali melalui belakangnya.
Dari beberapa pendapat di atas. Maka dapat disimpulkan, bahwasanya salat di dalam ka'bah yakni di lingkup Hijr Ismail itu diperbolehkan, malah disunnahkan. Akan tetapi, hanya pelaksanaan salat sunnah saja yang boleh, tidak dengan salat wajib.
Mungkin hanya ini yang dapat kami sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kekurangan, sebab manusia adalah tempatnya salah, Yang Maha Benar hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Sumber :
Heri Ruslan. Salat Sunnah di Hijr Ismail. (Jumat, 19 Oktober 2012). WWW.REPUBLIKA.CO.ID
https://www.syakirawisata.com/ingin-sholat-di-dalam-kabah-masuklah-di-hijir-ismail/
Senin, 29 Oktober 2018
Senin, 22 Oktober 2018
Apakah Wajib Menzakati Rumah dan Mobil?
Pada dasarnya, hukum asal rumah dan mobil adalah
harta yang tidak wajib untuk dizakatkan karena keduanya merupakan sarana
penunjang hidup yang dipakai sehari-hari. Berdasarkan Sabda Nabi "Tidak
ada kewajiban atas seorang muslim untuk menzakati hamba sahayanya dan kuda
tunggangannya." (HR. Bukhori)
Sedangkan zakat memiliki syarat yang harus
dipenuhi untuk mengeluarkannya. Namun, rumah dan mobil bisa berubah status
hukumnya menjadi wajib zakat apabila keduanya berubah fungsi seperti rumah
dikontrakan dan mobil disewakan menjadi rental mobil maka disitu wajib
seseorang menzakatinya jika sudah mencapai nishob dan haulnya.
Adapun para
ulama berpendapat diantaranya,
Syaikh Ibnu Baz dalam, Fatawa Az-Zakah,
menjelaskan jika kendaraan tersebut digunakan untuk sehari-hari, tidak
disewakan dan rumah hanya dijadikan tempat tinggal maka tidak ada kewajiban
zakat atasnya. Namun jika dipergunakan untuk diperjual belikan atau atau
disewakan yang menghasilkan uang, maka nilai barang tersebut wajib dikeluarkan
zakatnya setiap kali genap satu haul. Jika uang itu digunakan untuk kebutuhan
rumah tangga, atau untuk jalan-jalan kebaikan atau kebutuhan lainnya, sebelum
genap satu tahun, maka tidak ada kewajiban zakat atas anda. Beradasarkan
dalil-dalil umum dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berkenaan dengan masalah
ini. Dan berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud dengan sanad yang hasan dari
Rasulullah saw bahwa beliau memerintahkan supaya mengeluarkan zakat atas barang
yang dipersiapkan untuk didagangkan.
Komisi Fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah
lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ ditanya,
“Apakah ada kewajiban zakat pada
mobil? Lalu bagaimana cara mengeluarkannya?”
Jawaban para ulama yang duduk di Al Lajnah Ad
Daimah,
“Jika mobil tersebut hanya sekedar dikendarai
saja, maka tidak ada zakat. Namun jika ia digunakan untuk mencari keuntungan
(didagangkan), maka ia termasuk barang dagangan. Zakatnya dikeluarkan jika
sudah sempurna haul (masa satu tahun hijriyah) dihitung sejak mobil tersebut
digunakan untuk mencari keuntungan. Zakatnya diambil 2,5% dari qimahnya atau
harga mobil tersebut saat pembayaran zakat.” (Fatawa
Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al 'Ilmiyyah Wal Ifta, 8: 66)
Karena memang harta yang dikenai zakat adalah
harta yang berkembang, bukan harta yang menetap. Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ صَدَقَةٌ فِى عَبْدِهِ وَلاَ فَرَسِهِ
“Seorang muslim tidak dikenai kewajiban zakat
pada budak dan kudanya.” (HR. Bukhari no. 1464)
Ditulis oleh :
Prihartini amalia
Mahdiyah
Mas Ngudi
Ditulis oleh :
Prihartini amalia
Mahdiyah
Mas Ngudi
Referensi,
Rumaysho.com
Minggu, 21 Oktober 2018
Batal saat sedang Thawaf, Apakah harus berwudhu lagi?
Kita ketahui bersama bahwa pada saat ibadah haji khususnya di dalam Masjidil haram seluruh manusia dari penjuru dunia berkumpul yang jumlahnya sekitar 6 juta ini termasuk jumlah yang tidak sedikit.
Yang jadi permasalahan disini adalah jika seseorang batal wudhu nya saat sedang thawaf apakah harus mengambil wudhu kembali sedangkan pada saat itu ia sedang dalam kerumunan banyak orang. Lalu bagaimana mengenai masalah ini?
Kita bisa menyimak beberapa pendapat para ulama tentang permasalahan ini,
orang yang berhadats (besar atau kecil) tidak boleh berthawaf mengelilingi Ka’bah. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلَاةٌ فَأَقِلُّوا مِنْ الْكَلَامِ
“Thawaf di Ka’bah seperti shalat, namun di dalamnya dibolehkan sedikit bicara.” (HR. An Nasai no. 2922)
Dalam hadits lainnya disebutkan,
الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلاَةٌ إِلاَّ أَنَّ اللَّهَ أَحَلَّ فِيهِ الْمَنْطِقَ ، فَمَنْ نَطَقَ فِيهِ فَلاَ يَنْطِقْ إِلاَّ بِخَيْرٍ
“Thawaf di Ka’bah seperti shalat, namun Allah masih membolehkan berbicara saat itu. Barangsiapa yang berbicara ketika thawaf, maka janganlah ia berkata selain berkata yang benar.” (HR. Ad Darimi no. 1847 dan Ibnu Hibban no. 3836)
Jika kita mengikuti pendapat jumhur ulama maka hukum seseorang yang batal wudhu nya saat thawaf wajib mengulangi wudhu nya kembali. Namun jika pada saat thawaf kita dalam posisi di tengah tengah kerumunan banyak orang maka tidak mengapa melanjutkan thawaf merujuk pada pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah juga mengatakan, “Inilah pendapat yang lebih menenangkan hati yaitu thawaf tidak dipersyaratkan thoharoh dari hadats kecil. Namun jika seseorang berthoharoh (dengan berwudhu’), maka itu lebih sempurna dan lebih mencontohi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wallahu'alam bishowab..
Referensi;
muslim.or.id
Senin, 15 Oktober 2018
Bayar Zakat Profesi di BAZNAS
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta
orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Juga dalam ayat,
خُذْ مِنْ
أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)
Dalam tulisan ini saya akan membahas sedikit tentang zakat profesi yang mana minggu lalu saya telah mewawancarai seseorang yang pernah melakukan zakat profesi beliau adalah bapak Dani Sumarga seorang pegawai negeri di kota pontianak, namun saya melakukan wawancara hanya sebatas pesan whatsapp saja dikarenakan kesibukan beliau.
jadi, bapak dani ini membayar zakat profesi melalui badan amil zakat nasional (BAZNAS) beliau menghitung zakat dari penghasilan kotor beliau yang potong sebesar 2,5%
dasar pengenaan zakat Rp 30.000.000 dikali 2,5% = Rp 750.000
zakat profesi yang dikeluarkan sebesar Rp 750.000
namun dalam tulisan ini saya hanya memberikan hasil wawancara saya tentang seseorang yang pernah mambayar zakat profesi. Dalam masalah zakat profesi sendiri saya masih bingung apakah dalam islam ada yang namanya zakat profesi karena jika dilihat dari dalil-dalil yang ada di Al Quran maupun hadis tidak ada satu pun yang membahas tentang masalah zakat profesi. wallahu 'alam bishowab..
Referensi;
https://konsultasisyariah.com/7158-zakat-profesi.html
Dalam tulisan ini saya akan membahas sedikit tentang zakat profesi yang mana minggu lalu saya telah mewawancarai seseorang yang pernah melakukan zakat profesi beliau adalah bapak Dani Sumarga seorang pegawai negeri di kota pontianak, namun saya melakukan wawancara hanya sebatas pesan whatsapp saja dikarenakan kesibukan beliau.
jadi, bapak dani ini membayar zakat profesi melalui badan amil zakat nasional (BAZNAS) beliau menghitung zakat dari penghasilan kotor beliau yang potong sebesar 2,5%
dasar pengenaan zakat Rp 30.000.000 dikali 2,5% = Rp 750.000
zakat profesi yang dikeluarkan sebesar Rp 750.000
namun dalam tulisan ini saya hanya memberikan hasil wawancara saya tentang seseorang yang pernah mambayar zakat profesi. Dalam masalah zakat profesi sendiri saya masih bingung apakah dalam islam ada yang namanya zakat profesi karena jika dilihat dari dalil-dalil yang ada di Al Quran maupun hadis tidak ada satu pun yang membahas tentang masalah zakat profesi. wallahu 'alam bishowab..
Referensi;
https://konsultasisyariah.com/7158-zakat-profesi.html
Zakat
merupakan bagian dari rukun Islam yang lima, merupakan kewajiban yang
sudah ditetapkan bagi yang sudah terpenuhi syarat-syaratnya.
Allah Ta’ala berfirman,
Juga dalam ayat,
Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/15929-panduan-singkat-zakat-maal-dan-zakat-fitrah.html
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah: 43)Juga dalam ayat,
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/15929-panduan-singkat-zakat-maal-dan-zakat-fitrah.html
Minggu, 14 Oktober 2018
Lupa Berihram di Jeddah, Apakah Harus Mengulang?
Ihram merupakan rukun dalam melaksanakan ibadah haji
dan umroh, namun bagaimana jika diantara jamaah ada yang lupa berihram setelah
sampai di kota mekkah?
Sebagian jama’ah haji dari tanah air yang
biasa dari gelombang (kloter) belakangan, biasanya langsung akan menuju Mekkah
tanpa ke Madinah dahulu. Kasusnya juga bisa terjadi pada sebagian jama’ah umrah
yang langsung menuju Mekkah. Masalahnya, ada yang ditemukan berihram dari
Jeddah. Padahal jika kita datang dari Indonesia, maka bisa jadi kita akan
melewati Miqot Qornul Manazil, Dzat ‘Irqin atau Yalamlam. Maka seharusnya
ketika ingin melewati miqot tersebut dalam keadaan ihram. Namun demikianlah
karena tidak memahami masalah ini, sebagian keliru dan berihram baru dari
Jeddah.
Barang siapa
yang bertempat tinggal di sekitar miqat dan Makkah, maka dia memulai ihram dari
tempatnya, demikian juga bagi siapa saja yang mendatangi Jeddah atau daerah
lainnya di sekitar miqat, kemudian ada niat untuk berumrah, maka dia memulai
ihramnya dari tempatnya.
Dari Ibnu
Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- berkata:
“Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah memberikan batasan miqat bagi penduduk
Madinah adalah di Dzil Hulaifah, dan bagi penduduk Syam di Jahfah, dan bagi
penduduk Najed di Qarn Manazil, dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam, semua
miqat tersebut adalah bagi mereka atau bagi mereka yang mendatanginya dari
daerah lain dan ingin menunaikan haji dan umrah, dan barang siapa yang tinggal
setelah miqat maka memulainya dari keluarganya”. (HR. Bukhori: 1454 dan Muslim:
1181)
Ulama Lajnah
Daimah berkata:
“Diwajibkan
bagi siapa saja yang berniat untuk umrah kemudian melewati miqat, maka
hendaknya memulai ihramnya dari miqat tersebut, dia tidak boleh melewatinya
tanpa berihram, dan jika kalian tidak berihram dari miqat maka masing-masing
harus membayar dam, yaitu; menyembelih kambing -dengan kreteria sama dengan
kambing kurban- di Makkah al Mukarramah kemudian dibagikan kepada orang-orang
fakir di sana, dan anda semua tidak boleh memakannya sedikitpun. Sedangkan
meninggalkan shalat dua raka’at setelah memakai pakaian ihram maka hal itu
tidak masalah”.
(Syeikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Syeikh Abdur Razzaq ‘Afifi, dan Syeikh
Abdullah bin Ghadyan)
(Fatawa
Lajnah Daimah lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta’: 11/176-177)
Syeikh Ibn
Utsaimin –rahimahullah- berkata setelah merinci permasalahan seputar masalah
meninggalkan kewajiban dalam haji dan umrah:
“Pada saat
demikian kami berkata bagi siapa saja yang meninggalkan kewajiban: “Sembelihlah
fidyah di Makkah dan bagikanlah sendiri kepada orang-orang fakir atau bisa
diwakilkan kepada seseorang yang dapat anda percaya, jika anda tidak mampu
melakukannya sendiri, maka taubat anda sudah sah tanpa berpuasa, inilah
pendapat kami dalam masalah ini”. (Asy Syarhul Mumti’: 7/441)
Kesimpulan yang dapat diambil dari hadis rasulullah dan fatwa para ulama ialah, jika diantara kita lupa berihram miqot maka itu tidak membatalkan haji atau pun umroh kita. karena berdasarkan Firman Allah Ta’ala, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Al-baqarah: 286)
Dalam hadits Qudsi, Allah berfirman, "Sungguh telah
saya lakukan." (HR. Muslim, no. 126)
Dari Abu Dzar Al-Gifari radhiallahu anhu, dia berkata,
Rasulullah sallallahu alahi wa sallam brsabda:
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ
وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku kesalahan,
lupa dan apa yang dipaksakan kepadanya." (HR. Ibnu Majah, 2043 dishahihkan
oleh Al-Albany)
Langganan:
Postingan (Atom)